PENJURU.ID | Jakarta – Presiden Konfederat Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menjelaskan mogok nasional direncanakan selama tiga hari berturut-turut sebagai bentuk penolakan terhadap Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang dinilai lebih menguntungkan Pengusaha. Misalnya, pelepasan penggunaan buruh kontrak dan outsourcing di semua jenis pekerjaan dan tanpa batasan waktu, dihilangkannya UMSK, hingga pengurangan nilai pesangon.
“Sejak awal kami meminta agar perlindungan minimal kaum buruh yang ada di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jangan dikurangi. Tetapi faktanya omnibus law mengurangi hak-hak buruh yang ada di dalam undang-undang eksisting,” kata Said Iqbal, Senin (28/09/2020).
Puluhan pimpinan konfederasi dan federasi serikat pekerja menyepakati melakukan mogok nasional pada hari Minggu (28/09/2020), dimulai pada tanggal 6 Oktober 2020 dan diakhiri 8 Oktober 2020 saat Sidang Paripurna yang membahas RUU Cipta Kerja.
“Dalam mogok nasional nanti, kami akan menghentikan proses produksi. Dimana para buruh akan keluar dari lokasi produksi dan berkumpul di lokasi yang ditentukan masing-masing serikat pekerja di tingkat perusahaan,” Said terangkan.
Kurang lebih 5 juta buruh di ribuan perusahaan di 25 Provinsi dan 300 Kabupaten atau Kota akan mengikuti mogok nasional. Melibatkan beberapa sektor industri seperti kimia, energi, pertambangan, tekstil, garmen, sepatu, otomotif dan komponen, elektronik dan komponen, industri besi dan baja, farmasi dan kesehatan, percetakan dan penerbitan, industri pariwisata, industri semen, telekomunikasi, pekerja transportasi, pekerja pelabuhan, logistik, perbankan, dan lain-lain.
Terdapat rencana juga untuk unjuk rasa mulai pada 29 September hingga 8 Oktober 2020 dan aksi nasional serentak di seluruh Indonesia yang direncanakan tanggal 1 Oktober dan 8 Oktober sebagai bentuk pro mogok nasional.
Di Ibukota, sasaran aksi buruh ke Istana Negara, Kantor Menko Perekonomian, Kantor Menteri Ketenagakerjaan, dan DPR RI. Sedangkan di daerah, aksi akan ditujukan ke kantor Gubernur atau DPRD setempat.
“Ketika aksi-aksi yang kami lakukan tidak ditanggapi, puncaknya kami akan melakukan mogok nasional yang dilakukan serentak di seluruh Indonesia sebagaimana kami jelaskan di atas,” pungkasnya.