Oleh : Sulastri, S.Pd.,M.H.
Dosen Prodi PPG Universitas Pamulang
PENJURU.ID | OPINI – Efisiensi Anggaran 2025 melalui Instruksi Presiden No. 1/2025 merupakan upaya strategis pemerintah untuk mencapai penghematan anggaran APBN dan APBD sebesar Rp306,69 triliun dengan memangkas berbagai pos pengeluaran non-prioritas. Langkah ini, meskipun ditujukan untuk menjaga stabilitas fiskal, membawa dampak yang sangat signifikan bagi sektor pendidikan, khususnya dalam proses sertifikasi guru melalui Pendidikan Profesi Guru (PPG) dan kesejahteraan pendidik secara umum.
Pengetatan anggaran ini telah mengubah dinamika kebijakan pendidikan. Program PPG yang semula ditargetkan untuk mencakup lebih dari 800 ribu guru kini hanya akan dibiayai untuk sekitar 400 ribu guru, sehingga mengurangi kesempatan para pendidik untuk mengikuti proses sertifikasi yang krusial bagi peningkatan kompetensi profesional mereka. Hal ini, dalam pandangan hukum administrasi, mengundang pertanyaan serius mengenai keseimbangan antara efisiensi fiskal dan pemenuhan hak-hak fundamental tenaga pendidik.
Dalam kerangka konstitusional, Undang-Undang Dasar 1945 menjamin setiap warga negara hak atas pendidikan, yang implisit menuntut negara untuk menyediakan sumber daya yang memadai bagi para pendidik. Oleh karena itu, pengurangan pembiayaan PPG tidak hanya berdampak pada kualitas pelatihan, tetapi juga berpotensi menghambat terciptanya lingkungan pendidikan yang adil dan merata di seluruh wilayah Indonesia.
Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menegaskan bahwa guru berhak mendapatkan penghasilan yang layak di atas kebutuhan hidup minimum serta jaminan kesejahteraan sosial. Dalam praktiknya, banyak guru terutama yang berstatus non-PNS belum mendapatkan tunjangan profesi yang memadai. Pengetatan anggaran melalui Inpres No. 1/2025 justru berisiko memperburuk kondisi tersebut, yang pada akhirnya dapat menurunkan motivasi dan kinerja para pendidik.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017, sebagai landasan hukum pelaksanaan hak dan kewajiban guru, juga menuntut agar implementasi kesejahteraan guru dilakukan secara menyeluruh, tanpa kecuali. Meskipun regulasi ini telah memberikan arahan, penerapannya di lapangan masih belum konsisten, sehingga pengurangan alokasi dana untuk program PPG semakin memperlebar kesenjangan antara guru di daerah perkotaan dan pedesaan.
RUU Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang tengah diperdebatkan juga menyentuh aspek penting mengenai tunjangan dan penghargaan bagi guru. Dalam rancangan tersebut, guru yang telah lulus sertifikasi diharapkan mendapatkan tunjangan profesi atau tunjangan khusus tanpa harus melalui antrian panjang. Hal ini seharusnya menjadi penyeimbang terhadap tekanan efisiensi anggaran, namun realitasnya, dengan pembiayaan PPG yang menurun drastis, hak-hak tersebut semakin terancam.
Dalam konteks ini, optimalisasi teknologi digital dapat menjadi solusi untuk menekan biaya operasional tanpa mengorbankan kualitas pelatihan. Pemanfaatan Learning Management System (LMS) secara maksimal memungkinkan pelaksanaan pelatihan secara daring, sehingga jangkauan dan efektivitas pembelajaran dapat ditingkatkan, meskipun alokasi dana terbatas. Pendekatan ini penting untuk memastikan bahwa meskipun hanya 400 ribu guru yang dibiayai, kualitas program PPG tetap terjaga.
Selanjutnya, penyediaan program pendampingan intensif bagi para guru juga harus menjadi prioritas. Pendampingan ini berfungsi untuk memberikan bimbingan teknis dan dukungan moral kepada guru, terutama yang berada di daerah terpencil, agar mereka dapat mengoptimalkan proses sertifikasi dan meningkatkan kompetensinya tanpa terganggu oleh keterbatasan sumber daya.
Dialog multi-stakeholder antara pemerintah, lembaga pendidikan, asosiasi guru, dan akademisi harus difasilitasi secara rutin. Forum diskusi ini bertujuan menyusun strategi kebijakan yang seimbang antara upaya efisiensi fiskal dengan kebutuhan investasi pada kualitas pendidikan, sehingga kebijakan tidak hanya berfokus pada penghematan, tetapi juga pada peningkatan mutu pendidik dan keadilan sosial.
Secara keseluruhan, meskipun efisiensi anggaran merupakan langkah penting dalam pengelolaan keuangan negara, kebijakan tersebut harus diimbangi dengan jaminan yang kuat terhadap hak dan kesejahteraan guru. Implementasi konsisten dari UU Nomor 14/2005, Peraturan Pemerintah Nomor 19/2017, dan RUU Sisdiknas sangat diperlukan untuk memastikan bahwa para guru mendapatkan tunjangan yang layak serta kesempatan untuk pengembangan profesional yang maksimal. Investasi pada kualitas pendidik adalah investasi utama dalam membangun masa depan pendidikan yang berkualitas dan merata di Indonesia.