Menyoal Rendahnya Partisipasi dan Makna Kemenangan Pramono-Rano di Pilkada Jakarta 2024

PENJURU.ID | OPINI – Hasil rekapitulasi KPU DKI Jakarta menobatkan pasangan Pramono Anung-Rano Karno sebagai pemenang Pilkada 2024 dengan perolehan 50,07% suara. Pasangan ini berhasil mengungguli dua lawannya, Ridwan Kamil-Suswono dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana, di enam wilayah Jakarta. Namun, di balik angka kemenangan ini, ada isu mendasar yang mencerminkan kondisi demokrasi, yaitu rendahnya tingkat partisipasi pemilih.

Rendahnya Partisipasi: Ancaman untuk Demokrasi

Tingkat partisipasi hanya mencapai 58%, menyisakan ruang besar bagi golongan putih (golput). Fenomena ini bukan hanya soal angka, tetapi juga mencerminkan problem struktural dalam demokrasi kita. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya representasi kandidat terhadap aspirasi masyarakat luas. Kandidat yang diusung kerap dianggap tidak mampu menawarkan solusi nyata terhadap persoalan kota, mulai dari kemacetan hingga masalah kesejahteraan.

Bacaan Lainnya

Kondisi ini diperparah oleh persoalan teknis, seperti daftar pemilih tetap (DPT) yang belum sepenuhnya akurat. Masalah ini membuat sebagian warga Jakarta kehilangan hak suaranya, baik karena kekeliruan data maupun kesulitan akses ke tempat pemungutan suara (TPS). Akibatnya, pilkada yang seharusnya menjadi ajang ekspresi kedaulatan rakyat malah kehilangan partisipasi substansial.

Dominasi Suara Pramono-Rano: Apa Maknanya?

Secara geografis, Pramono-Rano mendominasi enam wilayah Jakarta, termasuk Jakarta Selatan dan Jakarta Timur, yang memiliki basis pemilih terbesar. Kemenangan ini menunjukkan keberhasilan pasangan tersebut dalam meraih simpati masyarakat melalui kampanye yang menyasar isu-isu populer seperti transportasi publik dan penanganan banjir.

Namun, dengan partisipasi rendah, legitimasi kemenangan ini bisa diperdebatkan. Demokrasi sejatinya tidak hanya diukur dari hasil suara terbanyak, tetapi juga dari sejauh mana proses tersebut melibatkan masyarakat secara luas. Ketika hanya sebagian kecil warga yang aktif berpartisipasi, apakah hasil ini benar-benar mencerminkan kehendak kolektif?

Tantangan bagi KPU dan Partai Politik

Pilkada 2024 memberikan pelajaran penting bagi semua pihak. KPU sebagai penyelenggara harus bekerja lebih keras untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemilu. Pembaruan data pemilih dan kemudahan akses ke TPS adalah langkah awal yang harus diprioritaskan. Sosialisasi yang intensif juga perlu dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat memahami pentingnya menggunakan hak pilih mereka.

Di sisi lain, partai politik perlu lebih selektif dalam mengusung kandidat. Pilihan kandidat harus didasarkan pada kemampuan mereka untuk menawarkan solusi konkret atas persoalan masyarakat, bukan sekadar popularitas semata. Selain itu, partai harus lebih serius mendekati kelompok-kelompok yang selama ini cenderung apatis, seperti kaum muda dan pekerja informal.

Demokrasi Masa Depan: Harapan dan Tantangan

Pilkada Jakarta 2024 menjadi pengingat bahwa demokrasi membutuhkan lebih dari sekadar kemenangan angka. Keterlibatan aktif masyarakat adalah kunci untuk menciptakan pemerintahan yang benar-benar representatif dan akuntabel. Jakarta, sebagai barometer politik nasional, harus mampu menunjukkan bahwa proses demokrasi dapat berjalan dengan lebih inklusif dan partisipatif.

Dengan pembaruan yang tepat, baik dari sisi teknis maupun strategi politik, demokrasi Jakarta masih memiliki harapan besar. Kemenangan Pramono-Rano bukan akhir dari cerita, tetapi awal dari perjalanan panjang menuju tata kelola yang lebih baik. Untuk itu, semua pihak harus mengambil pelajaran dari pilkada ini dan bekerja bersama demi demokrasi yang lebih berkualitas.

 

Penulis: Putri Wulan Agustin

NIM: 221011500264

Mata Kuliah: Pendidikan Politik

Dosen Pengampu: Dr. Herdi Wisman Jaya, S.Pd., M.H.

Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pamulang

Pos terkait