Danantara: Potensi Konflik Kepentingan dalam Pengelolaan Aset Negara

Pemerintah Indonesia baru saja meresmikan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), sebuah lembaga yang diklaim akan meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pengelolaan aset negara. Namun, di balik ambisi besar tersebut, terdapat risiko konflik kepentingan dan potensi penyalahgunaan kekuasaan, terutama jika kepemimpinan Danantara diisi oleh individu yang memiliki kedekatan dengan penguasa atau bahkan penguasa itu sendiri.

Konflik Kepentingan dalam Kepemimpinan Danantara

Bacaan Lainnya

Sebagai badan pengelola investasi nasional, Danantara memiliki kewenangan besar dalam mengelola aset negara yang dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, yang menjadi pertanyaan utama adalah siapa yang akan mengendalikan lembaga ini? Jika para petinggi Danantara berasal dari lingkaran kekuasaan tanpa mekanisme pengawasan yang ketat, maka ada kemungkinan besar keputusan investasi lebih didasarkan pada pertimbangan politik ketimbang pertimbangan ekonomi yang sehat.

Menurut Ridwan A. Basit, Ketua Bidang Hukum IKMA UT Bandung, pengelolaan aset negara yang melibatkan figur-figur dengan kedekatan politik berpotensi menciptakan konflik kepentingan yang mengaburkan batas antara kepentingan publik dan kepentingan kelompok tertentu.

“Dalam hukum administrasi negara, konflik kepentingan terjadi ketika individu yang memiliki kewenangan pengambilan keputusan juga memiliki kepentingan pribadi atau kelompok yang bisa memengaruhi objektivitasnya. Jika pemimpin Danantara adalah orang-orang dekat penguasa, maka ada risiko besar bahwa kebijakan investasi mereka lebih berpihak pada kepentingan politik ketimbang kepentingan rakyat,” ujar Ridwan.

Potensi Penyalahgunaan Kekuasaan (Abuse of Power)

Selain konflik kepentingan, ada ancaman serius terkait abuse of power, di mana pejabat Danantara bisa menggunakan kewenangannya untuk mengalokasikan investasi ke proyek-proyek yang menguntungkan kelompok tertentu. Hal ini bisa terjadi dalam bentuk:

1. Penunjukan proyek tanpa persaingan sehat, di mana proyek strategis diberikan kepada perusahaan yang memiliki hubungan dengan elite politik.

2. Penyalahgunaan dana investasi, yang dapat mengarah pada praktik korupsi jika tidak ada transparansi dalam pengelolaan aset negara.

3. Dominasi kelompok tertentu dalam perekonomian, yang justru berpotensi menciptakan oligarki baru dan menghambat persaingan usaha yang sehat.

Kondisi ini dapat merusak prinsip good governance, yang menekankan pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan independensi dalam pengelolaan keuangan negara.

Transparansi dan Akuntabilitas: Tantangan Besar bagi Danantara

Danantara diklaim akan menarik investasi hingga 618 miliar USD dan berkontribusi terhadap PDB nasional sebesar 235,9 miliar USD. Namun, tanpa mekanisme audit dan pengawasan yang ketat, angka-angka ini hanya akan menjadi klaim ambisius yang sulit diverifikasi.

Dalam hukum keuangan negara, aset negara yang dipisahkan dari APBN tetap harus tunduk pada pengawasan ketat oleh BPK dan DPR. Jika Danantara memiliki keleluasaan penuh tanpa mekanisme checks and balances yang jelas, maka ada celah besar untuk praktik koruptif yang sulit dideteksi secara langsung.

Peran Regulasi: Sejauh Mana UU dan PP Menjamin Independensi Danantara?

Danantara dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2025 dan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2025, yang mengubah regulasi tentang BUMN. Namun, pertanyaan mendasar yang muncul adalah apakah regulasi ini benar-benar menjamin independensi Danantara?

Menurut Ridwan A. Basit, meskipun adanya regulasi memberikan dasar hukum bagi operasional Danantara, tetap diperlukan mekanisme pengawasan yang lebih ketat untuk memastikan bahwa badan ini tidak menjadi alat mobilisasi kekuasaan ekonomi bagi kelompok tertentu.

“Jangan sampai Danantara menjadi contoh baru dari institusionalisasi konflik kepentingan, di mana aset negara digunakan bukan untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk memperkaya segelintir elite yang dekat dengan kekuasaan,” tegas Ridwan.

Perlu Mekanisme Pengawasan yang Lebih Ketat

Pembentukan Danantara adalah langkah besar dalam pengelolaan aset negara, tetapi pemerintah harus memastikan bahwa:

1. Kepemimpinan Danantara dipilih berdasarkan profesionalisme dan meritokrasi, bukan karena kedekatan politik.

2. Ada mekanisme pengawasan independen, baik dari lembaga negara maupun masyarakat sipil.

3. Transparansi dalam pengambilan keputusan investasi harus menjadi prioritas utama, dengan publik memiliki akses terhadap informasi mengenai proyek-proyek yang didanai.

4. UU dan PP yang mengatur Danantara harus memastikan bahwa badan ini tidak rentan terhadap intervensi politik, sehingga benar-benar berfungsi sebagai lembaga investasi yang profesional.

Tanpa langkah-langkah ini, Danantara bisa berubah menjadi instrumen ekonomi-politik yang menguntungkan segelintir elite, alih-alih menjadi motor penggerak ekonomi yang inklusif bagi seluruh rakyat Indonesia.***

Pos terkait