PPENJURU.ID | Jakarta – Pengurus Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Universitas Ibnu Chaldun Jakarta telah melaksanakan diskusi virtual yang diselanggarakan pada hari Minggu (16 Agustus 2020), dengan tema kegiatan “Ancaman dan Tantangan Pilkada Serentak di Masa Pandemi Covid-19”.
Dalam kegiatan diskusi daring tersebut dihadiri oleh Narasumber yang berkompeten di bidangnya masing-masing diantaranya yaitu, Sahabati Dahlia Umar Ketua Netfid, Alwan Ola Riantoby Koornas JPPR dan Agus Herlambang Ketua Umum PB PMII.
Dalam kesempetan itu, Helmi Syahputra selaku Ketua PMII UIC mengatakan “Semoga diskusi ini melahirkan point-point yang dapat diusulkan pada penyelenggaran pilkada serentak, dan semoga ilmu yang disampaikan dari para narasumber dapat diserap dengan baik oleh para peserta”, kata Helmi.
Sementara itu, Narasumber pertama sahabat Dahlia Umar menyampaikan bahwa “Sampai dengan juli 2020, 67 negara dan wilayah menunda pilkada/pemilu (23 diantaranya pemilu dan referendum). 45 negara dan wilayah melaksanakan pemilu/pilkada di tengah masa pandemi ini (28 diantaranya pemilu dan referendum). Sedangkan 11 negara dan wilayah melaksanakan pemilu setelah tertunda karena covid-19.
“Bahwa Indonesia sebagai kategori kuning artinya sempat menunda namun diputuskan untuk dilanjutkan, menurutnya bahwa ada kekurangan dan kelebihan masing-masing jika pelaksanaan pilkada serentak ditunda atau tetap dilaksanakan yaitu, menunda pemilu kelebihannya ialah pemerintah dapat fokus menangani Covid, meminimalisir penularan, memberi kepastian keselamatan dan jaminan kesehatan masyarakat, serta persiapan penyelenggaraan pemilu menjadi lebih matang dan terukur, serta kualitasnya terjamin. Sementara itu kekurangannya jika tetap dilaksanakan ialah terkait adanya kekosongan jabatan/pengisian jabatan oleh individu yang tidak dipilih langsung oleh masyarakat (PLT), kerugian kelompok yang mengadvokasi demokrasi pemilu yang jurdil dan melanjutkan pemilu”.
“Kelebihan-kelebihan lainnya jika pilkada tetap dilaksanakan adanya kelangsungan pemerintah sesuai masa jabatan, dapat menggerakkan roda perekonomian, agenda pembangunan, sosial politik tepat waktu dan dapat mengevaluasi kinerja pemerintah pada masa pandemi Covid ini,” tambahnya.
“Kekurangan-kekurangan lainnya juga bisa terjadi adanya potensi penularan bila tidak diimbangi mitigasi pencegahan dan protokol kesehatan yang ketat, butuh persiapan matang dan anggaran yang besar, serta dapat mempengaruhi kualitas pemilu karena adanya physical distancing (membatasi gerak), menciptakan ketidakadilan antar kontestan pertahana dengan penantang.” Tutup Dahliah.
Ditempat yang sama sahabat Agus M. Herlambang menyatakan bahwa “Pilkada serentak yg akan dilaksanakan banyak menyisakan kekhawatiran karena sebelum adanya covid-19 masih banyak pelanggaran yang terjadi dalam pilkada. Dengan munculnya tokoh-tokoh daerah diharapkan mampu membangun Good Goverment sehingga mensejahterakan masyarakat. Sistem dan mekanisme yang terjadi saat ini, tidak lepas dengan oligarki kekuasaan dimana mampu beradaptasi secara baik. Ketika sistem bisa berubah namun elitnya tidak berubah. Banyak persoalan yang kita hadapi dalam masa pandemi ini, namun ada yang lebih penting apakah pemilihan pilkada secara langsung mampu mewujudkan setiap daerah atau wilayah yang berprestasi. Terkait isu hak kontestan dimana penyaluran bantuan sosial menjadikan alat terselubung untuk mengkampanyekan calon pertahana.” Katanya.
Adapun dari organisasi kepemiluan lainnya sahabat Alwan Ola Riantoby dengan tegas menjelaskan “Harus ada yang merubah cara pikir dalam menghadapi pilkada serentak yang dimana covid-19 melarang kita berkerumun sedangkan pilkada menyatakan sebaliknya maka butuh pola pikir yg dapat memenuhi itu semua.”
Lanjutnya “Dimana kita dapat berkerumun namun tetap dengan protokol kesehatan yang telah ditentukan. Dengan adanya pilkada yang dijalankan sesuai dengan perpu pemilihan kebijakan otoritatif yang telah ditentukan harus mencapai tujuan pilkada sehat, dan pemilih sejahtera,” tutup Alwan.