PENJURU.ID, Jakarta – Reformasi dimulai, tepat hari ini 21 Mei mengenang 22 tahun lengsernya Soeharto dari jabatannya sebagai Presiden setelah selama 32 tahun berkuasa di Indonesia, lahirlah era reformasi.
Saat itu banyak kalangan yang ramai melakukan tuntutan, terkhusus yang kita kenal dengan kaum intelektual yaitu mahasiswa. Mereka melakukan demonstrasi menuntut lengsernya Soeharto dari jabatannya sebagai Presiden kala itu. Tuntutan yang dilayangkan mereka diantaranya mulai dari diberlakukannya tindakan tegas terhadap korupsi, serta adanya kebebasan berpendapat di muka umum.
Setelah turunnya rezim Orde Baru, kemudian secara berturut-turut banyak terbit undang-undang yang menampung berbagai tuntutan reformasi. Antaranya ada undang-undang tentang pemberantasan korupsi, undang-undang kebebasan berpendapat, kebebasan pers, TNI, dan seterusnya.
Saat ini, para mahasiswa menilai yang dijuangkan saat itu dianggap sudah tidak sejalan lagi dengan semangat reformasi seperti sebelumnya. Dimana diberbagai bidang dinilai sudah tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Soeharto Jatuh
Pada hari ini 21 mei, rezim Orde Baru saat itu menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI setelah berkuasa selama 32 tahun. Saat itu, semua sektor ekonomidi Indonesia benar-benar hancur diterjang badai krisis, bahkan kondisi pun diperkeruh dengan mencekamnya keamanan diberbagai daerah.
Sudah terasa sejak 1996 bahwa desakan untuk menuntut agar Presiden saat itu untuk mengundurkan diri, desakan itu berasal dari kalangan mahasiswa dan elemen masyarakat dan puncaknya setelah Soehartao kembali terpilih menjadi Presiden, gelombang tuntutan masa semakin membesar pada tahun 1998 dengan titik aksi gedung MPR/DPR.
Berawal pada 8 Mei demonstrasi yang terjadi di Yogyakarta, Moses Gatutkaca merupakan salah satu mahasiswa yang paling kencang meneriakan Soeharto untuk turun. Sehingga akhirnya Moses pun menjadi korban akibat luka pukulan benda tumpul.
Lalu 12 Mei, demonstrasi terjadi disekitaran Kampus Universitas Trisaksi Jakarta. Kembali menelan korban. Aparat melakukan penembakan kepada para mahasiswa yang melakukan aksi, korban Hafidin, Hendriawan, dan Elang Mulya Lesmana.
Sejak terjadi kejadian tersebut gelombang masa semakin membesar, semua elemen dari mahasiswa dan masyarakat turun ke jalan hingga akhirnya berhasil menguasai gedung kura-kura Senayan pada tanggal 18 Mei 1998 dengan muara tuntutan untuk MPR segera melakukan sidang istimewa.
Tidak hanya aksi masa, banyak juga penjarahan diberbagai tempat yang terjadi sehingga inflasi tinggi mengakibatkan banyaknya PHK terhadap karyawan-karyawan swasta. Ada yang kehilangan pekerjaan dan kesullitan untuk bisa mendapatkan makan, sehingga terjadi penjarahan dimana-mana. Diakhiri dengan jatuhnya ribuan korban yang dibakar hidup-hidup didalam toko pada saat melakukan penjarahan, yang hal tersebut terjadi atas ulah orang-orang yang tak dikenal untuk memprovokasi sehingga yang lainnya tersulut emosi.
Dan puncaknya, pada 20 Mei banyak Menteri Kabinet Pembangunan VII Soeharto menyatakan mundur. Diantaranya Ginanjar Kartasasmita, Akbar Tanjung dan beberapa lainnya, sampai Soeharto pun semakin terdesak.
Kamis Pukul 09.00 WIB, Soeharto pun akhirnya menyatakan diri mundur dari jabatannya sebagai Presiden. Ucapan rasa syukur para mahasiswa dan elemen aksi lainnya pun ramai dilangit Indonesia sambil mereka meneriakan kata “MERDEKA!”. (Ikhwan al-Aulia)