PENJURU.ID | Lombok Barat – Sebagai penghasil listrik terbesar di Pulau Lombok, PLTU Jeranjang terus berbenah di segala bidang. Termasuk dalam memaksimalkan sistem angkut batubara yang selama ini selalu dikeluhkan oleh warga. PLN wilayah NTB, PLN UIP NUSRA, PLN UPP Lombok dan PLTU Jeranjang bersama Dinas Kelautan dan Perikanan serta Pemerintah Desa Taman Ayu melakukan rapat dalam rangka membahas permohonan rekomendasi izin lokasi perairan yang diajukan oleh PT. PLN (persero) UIP Nusa Tenggara.
Kepala Bidang P2SDP3K Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Barat, Ir. Beny Iskandar menjelaskan tentang pentingnya menjaga kelestarian dan kebersihan laut dalam seluruh aktivitas eksplorasi. “Kebersihan dan kelestarian laut harus diperhatikan, terutama biota yang ada”, katanya melalui pesan WhatsApp yang diterima tim redaksi Penjuru.id Sabtu, (20/6/2020).
Kegiatan pengangkutan Batu Bara, PLTU jeranjang saat ini masih mengandalkan Pelabuhan Lembar sebagai tempat sandar Kapal tongkang Batu Bara. Jauhnya jarak antara PLTU Jeranjang dengan Pelabuhan Lembar berakibat pada mobilisasi kendaraan pengangkut material yang sangat padat setiap harinya.
Peningkatan prevalensi penyakit ispa bagi warga sekitar serta kebutuhan Batubara yang semakin banyak menyebabkan banyak keluhan dari masyarakat.
“Itulah kenapa kita butuh pembangunan Main Jetty yang semula 50.000 DWT akan kita perbesar menjadi 10.000 DWT agar proses pengangkutan bisa langsung melalui Jetty yang ada di PLTU”, terang Manager Unit PLTU Jeranjang, Melky Victor Basaleno.
Dalam rapat yang berlangsung selama dua jam tersebut, pimpinan rapat, Ir. Beny Iskandar memberikan arahan agar PLTU Jeranjang membangun komunikasi dengan pihak pemerintahan setempat agar tidak menimbulkan gejolak. “harus ada surat dukungan dari wilayah setempat, sebelum kami berikan rekomendasi”, terangnya.
Sementara itu, saat di hubungi terpisah via telepon, Kepala Desa Taman Ayu, M. Tajudin, S.Sos, menjelaskan bahwa banyak hal yang harus di pertimbangkan dalam pelaksanaan pembangunan Main Jetty 10.000 DWT ini. Terutama para nelayan sekitar wilayah PLTU yang sejak dulu lokasi tambak labuh mereka ada di wilayah PLTU.
“Mereka juga manusia, mari manusiakan warga kami, harus ada solusi tepat. Sejak dulu saya minta agar proses relokasi segera di atasi, tapi sampai saat ini tidak ada jawaban dan tindakan dari PLN atau PLTU. Apalagi akan ada pengerukan pasir seluas 4 hektar, ini akan sangat berpotensi memperluas Abrasi yang sampai saat ini belum teratasi”, protesnya.
Dua hari sebelum dilaksanakan rapat (kamis, 18/6/ red), PLTU Jeranjang melaksanakan kegiatan santunan bagi Anak yatim untuk tiga Dusun di Desa Taman Ayu, akan tetapi kegiatan tersebut tidak dihadiri oleh Kepala Desa dan Kepala Kewilayahan di Desa Taman Ayu. Lebih lanjut, Kepala Desa Taman Ayu menjelaskan ketidakhadirannya disebabkan karena pola komunikasi PLTU yang sangat kaku dan terkesan tidak mempertimbangkan kemaslahatan masyarakat. Desa Taman Ayu memiliki delapan Dusun, dan santunan hanya untuk tiga Dusun saja.
“kan tidak bagus itu. Sama seperti penyakit masyarakat (ispa) yang seluruh wilayah terkena, tapi Kesehatan Gratis dilakukan hanya di dua dusun saja, lha, trus Dusun yang lain bagaimana?”, sambungnya mempertanyakan nasib warga dusun yang lain.
Ditanya tentang CSR PLN, Kades Taman Ayu mengaku baru menerima Rp.10.000.000 di Tahun 2019. “hanya sepuluh juta, untuk pemberdayaan Pemuda di tahun 2019 oleh PLN UIP, sampai saat ini tidak ada”, tegasnya.
(AM)