PENJURU.ID | Jakarta – Komite Mahasiswa Anti Korupsi (KOMAK) melakukan aksi unjuk rasa guna mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntaskan kasus korupsi pada proyek transmisi PLN 500 Kv Sumatera paket 2 yang melibatkan BUMN PT. Waskita Karya khususnya Divisi I atau Divisi Infrastruktur yang merugikan negara sekitar Rp. 188 miliar. Korupsi bermodus mark up (penggelembungan) nilai proyek pengadaan material Tower dilakukan Divisi I (Divisi Infrastruktur PT. Waskita Karya) berkolusi dengan pihak swasta, yaitu PT. Duta Cipta Pakarperkasa (DCP) terjadi pada Desember 2015 hingga Maret 2016 lalu.
“PT Waskita Karya mendapat pekerjaan dari BUMN PT PLN terkait Pembangunan Jaringan Transmisi PLN 500 Kv Sumatera senilai total Rp. 6,3 triliun. Oleh PT Waskita Karya pekerjaan yang termasuk salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) itu sebagian – yakni untuk pengadaan tower transmisi Perawang – Peranap (Riau) sepaniang 250 km disubkan kepada DCP berdasarkan Kontrak Surat Perjanjian Pengadaan Material (SPPM) tanggal 18 Desember 2015,” kata koordinator aksi KOMAK, Yusra Wailung, SH. melalui press release-nya yang diterima tim redaksi Penjuru.id pada Kamis malam (16/7/2020).
Menurutnya, per akhir tahun 2015 itu telah terjadi kontrak proyek senilai 1 triliun lebih (Rp. 1.045 miliar). Namun belakangan setelah ditelusuri, nilai proyek sesungguhnya berbeda dari yang diumumkan. Artinya jumlah yang harus dibayar oleh PT. Waskita Karya kepada DCP hanya sekitar Rp 60 miliar, bukan Rp. 188 miliar. Dalam hal ini, dia menilai telah terjadi kerugian Negara mencapai ratusan miliar sehingga lembaga anti rasuah harus mengauditnya.
“Pada kontrak SPPM tanggal 18 Desember 2015 itu disebutkan nilai proyek sebesar Rp. 1.045 miliar (termasuk PPN 10%), dengan perincian untuk pengadaan material sebanyak 47.522 ton senilai Rp. 940, 9 milar dan untuk jasa desain senilai Rp. 10.5 miliar. Atas dasar jumlah dan nilai pengadaan material tersebut PT Waskita Karya membayar uang muka sebesar 20% dari material atau sebesar Rp. 188 miliar belum termasuk PPN kepada DCP. Pembayaran uang muka dilakukan pada akhir Desember 2015 hingga Februari 2016. Belakangan terungkap nilai proyek sesungguhnya hanya Rp. 360 miliar di mana sekitar Rp. 297 miliar adalah pengadaan material. Mengacu pada amandemen Kontrak SPPM VI sampai VIII, total uang muka yang harus dibayar PT Waskita Karya kepada DCP hanya sekitar Rp 60 miliar, bukan Rp. 188 miliar sebagaimana telah dibayar PT Waskita kepada DCP. Atas kelebihan pembayaran uang muka proyek oleh PT Waskita kepada DCP tidak ada pengembaliannya kembali kepada PT Waskita sehingga negara dirugikan akibat dari kolusi pejabat Divisi I / Infrastruktur PT Waskita dengan Oknum Direksi DCP”.
Lebih lanjut, Ucha pangggilan akrabnya menduga bahwa praktik korupsi yang terencana diantara kedua PT. tersebut pernah dilaporkan oleh sejumlah lembaga (LSM) anti korupsi. Tetapi KPK lamban menangani kasus ini, karenya KPK diminta agar penanganan kasus tersebut harus diprioritaskan.
“Dugaan korupsi PT Waskita – DCP pada Proyek Strategis Nasional Pengadaan Jaringan Transmisi PLN 500 Kv Sumatera ini telah dilaporkan JAP kepada KPK sejak Maret 2020 dan oleh IPW pada awal Juli 2020 lalu, namun tidak ada respon dari KPK. Korupsi dan Kolusi PT Waskita – DCP ini adalah korupsi canggih, direncanakan sejak awal sebelum pelaksanaan proyek dan bermuatan pencucian uang, sehingga harus mendapat prioritas KPK untuk penyidikan dan penuntasan kasus korupsinya sampai ke pengadilan,” tegasnya.
Dikatakan aktivis hukum ini, kerugian Negara yang ditaksir Rp. 188 miliar itu tidak termasuk belasan (14) kasus yang telah disidik KPK, maka KOMAK mendesak KPK agar menetapkan terduga RD, I, PY dan kawanan pejabat lain di perusahaan pelat merah PT. Waskita Karya. Selain itu, KOMAK juga ikut menyeret nama oknum JES dan VA dari PT. Duta Cipta Pakarperkasa sebagai tersangka agar mempertanggungjawabkan perbuatannya ke pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor).
“Korupsi bermodus mark – up atau penggelembungan harga untuk meraup kelebihan pembayaran uang muka sebesar Rp. 188 miliar ini tidak termasuk dari 14 kasus korupsi PT Waskita Karya yang sudah disidik KPK sejak tahun 2018 lalu. Dilihat dari besarnya kerugian negara yakni sekitar Rp. 188 miliar dan tidak tertutup kemungkinan ditemukan kerugian lain terkait proyek ini, KOMAK mendesak KPK untuk segera menyidik korupsi ini dan menyeret para pelakunya yakni RD, I, PY dan pejabat tinggi PT Waskita lainnya serta oknum DCP seperti JES dan VA sebagai tersangka dan melimpahkan perkara korupsi ini ke Pengadilan Tipikor,” bebernya.
Diakhir rilisnya, mahasiswa pasca sarjana ilmu hukum disalah satu perguruan tinggi Jakarta ini menantang, jika KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi serius mengungkap kejahatan yang merigukan Negara ini, maka dia meyakini akan banyak kasus serupa yang akan terungkap.
“Jika KPK serius menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sebagai institusi pemberantas korupsi, KOMAK yakin akan banyak terungkap korupsi lain dan pencucian uang terkait dengan korupsi Kontrak SPPM Transmisi PLN 500 Kv Sumatera Paket 2,” pungkasnya.
(LA)