PENJURU.ID | Opini – Belakangan sebagian kalangan sering menjadikan sepenggal kalimat dalam pembukaan UUD NKRI 1945 sebagai dalil untuk menyatakan keinginannya untuk lepas dari NKRI. Sepenggal kalimat itu ialah sebagai berikut:
“kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Sepenggal kalimat yang dikutip itu kemudian dijadikan bahasa propaganda yang terus menerus didengungkan. Bagi kalangan awam, propaganda semacam itu lantas saja akan banyak berpengaruh. Mereka dapat mengatakan, telah jelas dan tandas bahwa pembukaan UUD juga menghendaki kemerdekaan setiap bangsa diatas dunia tanpa terkecuali. Dengan maksud itu, maka jika mereka ingin lepas dari NKRI dengan menyatakan kemerdekaannya, maka itu sudah sesuai dengan UUD kita.
Namun, bagi kita kalangan yang sadar, dan memahami filosofi dan isi pembukaan UUD itu, berikut dengan kesatuan rumusan-rumusannya yang saling menopang satu sama lainnya, maka dalil semacam itu bagi kita adalah wujud kebodohan dan kecerobohan sama sekali, alih-alih menunjukkan kewarasannya, justru terlihat terlampau keblingernya. Mereka secara serampangan telah mencomot, dan seenaknya memangkas susunan pembukaan UUD itu sesuai kepentingan dan niatan busuk mereka. Mereka mengambil bagian yang sesuai keinginan mereka, dan membuang bagian yang memupus kemauan mereka.
Akan dimaklumi jika mereka yang keblinger semacam itu menjadikan dalil yang lain untung memuluskan tujuan mereka semacam itu. Namun betapa lucu jika mengajukan dalil semacan itu. Sehingga bagi kami, mereka tak lebih dari sempalan zaman yang kekanak-kanakan, yang setiap saat meracuni generasi dengan pikiran-pikiran yang busuk lagi dangkal.
Lalu, mengapa kami mengatakan dalil semacam itu bodoh, busuk dan dangkal?
Pertama, mereka harus belajar dengan baik, bahwa Pembukaan UUD adalah satu kesatuan rangkaian yang utuh dengan isi pasal-pasal UUD, atau dalam istilah sebelum perubahan, dengan batang tubuh UUD. Oleh karena itu maka pembukaan UUD itu adalah produk hukum yang secara yuridis menjadi dasar berlakunya UUD sebagai aturan dasar bernegara. Artinya, pembukaan UUD itu tidak boleh dipahami secara terpisah (parsial), dan apalagi dimaknai secara dikotomis antar kata dengan kata, kalimat dengan kalimat, dan alinea dengan alinea lain. Semua merupakan satu kesatuan utuh yang saling menguatkan.
Untuk lebih jelasnya kita dapat mengetahuinya dari apa yang dijelaskan oleh Ki Hajar Dewantara. Berikut saya kutip uraian beliau mengenai ikatan erat antara UUD dan Pancasila sebagai dasar bangsa Indonesia merdeka dan berdirinya Negara dalam bukunya yang berjudul “Pantjasila”, yang diterbitkan Tahun 1950. Ia menjelaskan sebagai berikut:
“maka baiklah pokok isi Purwaka (pembukaan) tadi kita singkatkan sebagai berikut:
- Dalam kata-pembukaan U.U.D. Republik Indonesia didjelaskan, bahwa dalam U.U.D. itu terkandung segala tjita-tjita perdjoangan pergerakan nasional, mulai dulu hingga tertjapainya kemerdekaan, jang dengan ringkas digambarkan demikian:
- Kemerdekaan adalah hak segala bangsa; pendjadjahan harus lenjap dari muka dunia ini;
- Negara Indosesia harus: merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur;
- Pemerintah negara harus:
- Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah-darah Indonesia;
- Memadjukan kesedjahteraan umum;
- Mentjerdaskan kehidupan bangsa;
- Ikut melaksanakan ketertiban dunia, jang berdasarkan “kemerdekaan dan perdamaian jang abadi” serta “keadilan sosial.”
- Adapun dasar-dasarnja ialah:
- Ketuhanan jang Maha Esa ;
- Kemanusiaan jang adil dan beradab ;
- Persatuaan Indonesia (Kebangsaan);
- Kerakjatan dan
- Keadilan sosial.
Dari uraian diatas kita dapat mengambil beberapa pelajaran, kaitannya mengenai kalimat “kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa” sesuai topik kita. Pelajaran itu ialah kalimat itu sejatinya bermakna umum dan khusus. Makna umum adalah sebagai berikut:
Bahwa bangsa manapaun tidak berhak menjajah bangsa lain diatas bumi ini. Sebab sudah seharusnya setiap rakyat yang mempersatukan dirinya dalam berbagai macam bangsa-bangsa harus berdiri sejajar sama tinggi dan rendah. Sehingga, jikalau ada satu bangsa diatas dunia ini yang mencoba menjajah bangsa lainnya, maka penjajahan itu harus dihapuskan.
Sementara makna khususnya terbagi menjadi dua. Pertama, “bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa”, harus dimaknai sebagai suatu kenyataan historis, bahwa selama 350 tahun lebih lamanya, rakyat dari Sabang sampai Merauke telah dijajah oleh Imperialisme yang datang silih berganti. Khususnya Belanda yang telah menjajah rakyat kita 3 abad lamanya. Bahwa sejak mulanya susunan masyarakat kita secara umum adalah masyarakat kerajaan, yakni setiap teritori dengan batas-batas tertentu memiliki kesatuan kerajaannya masing-masing. Tanpa saling menindas dan menjajah. Maka, karena alasan kesamaan nasib dan kondisi semacan itulah, dan juga melihat kenyataan bahwa selama itu rakyat masih berjuang dengan mengandalkan ego kelompok, ras, daerah dan golongan, maka mustahil akan mampu mengusir penjajah dari tanah air kita. Oleh karena alasan itu jugalah, maka pada tanggal 28 oktober 1928, setiap pemuda berkumpul di Jakarta untuk melaksanakan suatu kongres pemuda yang terdiri dari; Pemuda Sumatera, Pemuda Jawa, Pemuda Islam, Pemuda Kalimantan, Pemuda Sulawesi, Pemuda Ambon, dan berbagai macam perkumpulan lainnya. Kongres pemuda itu akhirnya menghasilkan kesatuan tekad untuk bersatu dalam satu ikatan kebangsaan dengan mengangkat sumpah sucinya, sebagai berikut:
- Mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia.
- Mengaku bertumpah darah satu, tanah air Indonesia.
- Menjungjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Dengan sumpah pemuda ini maka terbentuklah suatu ikatan kebangsaan Indonesia yang memiliki cita-cita bersama, yakni Indonesia Merdeka. Maka bangsa Indonesia secara bersama-sama mulai berjuang melepaskan dirinya dari imperialisme Belanda dan Jepang. Sehingga Belanda dan Jepang, atau bangsa manapun juga diatas dunia ini tidak boleh menghalangi niat dan tujuan perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia itu.
Kedua, “kemerdekaan ialah hak segala bangsa” dalam konteks ini adalah sesuai dengan dasar UUD 1945 itu sendiri, yakni Pancasila, yang kita tahu bahwa rumusan sila ketiga itu adalah; “Persatuan Indonesia”. Artinya kemerdekaan untuk persatuan Indonesia. Jadi bukan menyuarakan kemerdekaan untuk perpecahan. Itu bukanlah kemerdekaan yang dimaksud dalam pembukaan UUD NRI 1945.
Selanjutnya, kemerdekaan bangsa Indonesia yang telah dicapai itu kemudian disusun dalam suatu UUD NRI 1945 yang berdasarkan kepada:
- Ketuhanan jang Maha Esa;
- Kemanusiaan jang adil dan beradab;
- Persatuaan Indonesia;
- Kerakjatan dan;
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Kendati banyak disana-sini masih kita temukan ketimpangan-ketimpangan, aturan tidak dijalankan dengan semestinya, bahkan aturan itu sendiri tidak sesuai dengan filosofi kebangsaan yakni Pancasila, tapi tidak lantas kita harus merubuhkan bangunan besar Bangsa dan Negara kita, yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata para leluhur.
Sebagai perumpaan, kita tidak mungkin membenci suatu agama tertentu, hanya karena sebagian pengikut agama itu menyalahi prinsip-prinsip agama itu, yang Baik, yang Suci lagi Mulia. Toh, yang merusak rumah besar kita adalah segerombolan tikus-tikus yang harus kita bunuh dan bukan dengan cara membakar habis bangunan rumah ini, Indonesia.
Demikianlah uraian ini, dan semoga generasi seperti saya mampu menjadi manusia Bangsa Indonesia sebagaimana adanya dan mestinya.
Penulis: M. Fazwan Wasahua, Ketua DPW KPN Provinsi Maluku





