Dukungan Moril untuk Sang Reformis: Pendobrak Kemungkaran Penyangga Peradaban

PENJURU.ID, OPINI – Apa jadinya peradaban di republik ini jika tidak ada Amien Rais? Atau jika seorang Amien tidak sekritis diterima terang dan disampaikan kritikannya apa pun yang dipertanyakan menantang bagaimana beringasnya rezim orde baru kala itu? Kalaulah seorang Amien tidak selugas dan menyambut terang, mungkin kita tidak akan pernah menikmati kebebasan berekspresi (sekarang).

Atau bahkan saat ini kita akan terus hidup bagaikan burung dalam sangkar, dimana setiap aktivitas kita selalu dalam pengawasan rezim. Suara kritis dibungkam. Gerak langkah selalu curigai hingga berujung pada teror dan intimidasi. Begitulah kira-kira gambaran sejarah kelam yang telah lampau (1966-1988). Bagi Amien, percobaan teror dan intimidasi tak pernah berhasil.

Namun atas kegigihan serta konsistensinya menyerukan kebajikan dan mendobrak kemungkaran (dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar) melalui suara-suara kritisnya baik melalui tulisan juga mimbar bebas, ideal-tujuan besar (reformasi) yang membantu mengubah tatanan per-layanan, untuk apa yang diminta otoriter yang berjuang, sementara dalam perjalanan amanat reformasi yang di pertaruhkan berdarah-darah yang diperdebatkan mulai terkikis.

Sayangnya, perjuangan pahit Amien lintas rezim hingga kini rupanya berujung pada cemoohan dan bully-an, bahkan tuduhan keji selalu menimpanya. Hal itu dilakukan oleh lawan-lawan politiknya sebagai upaya untuk menghalau dan membungkamnya. Pun demikian dengan rezim sekarang. Jika rezim orde baru membungkam suara kritis dengan tekanan fisik, maka rezim Jokowi menggunakan cara yang berbeda, yaitu lebih pada tekanan psikis. Pembunuhan karakter (character assassination).

Sebut saja, jika ada individu atau kelompok yang berseberangan dengan rezim, maka individu atau kelompok tersebut langsung di cap sebagai individu/kelompok yang intoleran, anti pancasila, pemecah belah NKRI dan sebagainya melalui para buzzer bayaran. Pun demikian menimpa Amien Rais. Tidak hanya itu, tuduhan keji lainnya menimpa dirinya ialah dicap sebagai Sengkuni. Sebagaimana diketahui, Sengkuni ialah tokoh antagonis nan licik dalam kisah Mahabharata. Intinya Sengkuni merupakan watak yang ambisius dan menghalalkan segara cara, termasuk pandai mencari muka dan menjilat kekuasaan.

Tak sampai disitu, rupanya bully-an dan cemoohan itu tidak melulu datang dari eksternal, namun yang paling menyayat hati ialah serangan dan tuduhan keji itu justru berasal dari internal partai yang didirikan dan dibesarkannya sejak tahun 1998 silam. Tak terkecuali para kader PAN (khususnya kader karbitan) durjana yang tak tahu diri yang tidak perlu disebutkan namanya itu pun ikut menyumbang komentar nista yang sempat menuai kecaman beberapa hari yang lalu. Kenapa tak perlu disebutkan namanya? Biasanya semakin diperbincangkan maka yang bersangkutan akan semakin tak tahu adab.

Lantas, benarkah Amien Rais memiliki karakter Sengkuni sebagaiman tuduhan keji dari para pembencinya? Tidak dong. Wong, apa yang dilakukan Amien selama ini semata-mata keberpihakan sebagai tokoh bangsa untuk membela kepentingan bangsa dan Negara dari tangan-tangan jahil, walau berhadapan dengan rezim yang penuh resiko. Karena bagi sang Reformis sebagaimana dilansir dari buku Hari-Hari Kritis Amien Rais, karya Soeparno S. Adhy mengungkapkan hal tak terduga, yaitu meski berada dimanapun, kapan pun dan dalam kondisi bagaimana pun (berada diluar atau di dalam partai politik), misi dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar tetap di jalankan (tidak akan dilupakan). Itulah yang dilakukannya secara konsisten hingga saat ini. Kritis sebagai ijtihad dakwah Nahi Munkar. Bukan mengharapkan apa-apa, termasuk jabatan paling prestisius sekelas kursi presiden pun pernah di tolaknya. Di sinilah Amien memberikan keteladanan terhadap generasi selanjutnya mengenai wajah demokrasi Indonesia.

Umumnya, di Negara-negara yang menganut system demokrasi seperti Amerika Serikat, control social grup dibutuhkan agar terjadi check and balances system. Di sana, ada Joseph Stiglitz yang lahir tahun 1943 sebagai tukang pukul. Ialah seorang kitikus yang paling menonjol, karena selalu konsisten mengkritik kebijakan penguasa sejak rezim George W. Bush hingga kini (Donald Trump), terutama di sektor ekonomi dan keterlibatan pemerintah AS mengenai globalisasi.
Betapun keras dan menukiknya kritikan dari seorang Stiglitz, pemerintah AS menganggap bahwa itu adalah sebuah ekspresi seorang warga Negara yang tak perlu dicari-cari kesalahannya. Apalagi sampai membungkam suara kritis bahkan berujung pada character assassination seperti apa yang dialami oleh para kritikus tanah air sekaliber Amien Rais.

Oleh karena itu, meski segelintir orang bersikap tak sopan terhadapnya, tetapi bagi kami beliau tetap menjadi teladan bangsa, dan sejarah harus mengakui itu. Di usianya yang tak lagi muda, semoga kelak akan lahir Amien Rais-Amien Rais baru, karena negeri ini membutuhkan sosok seperti beliau. Sudah menjadi karakter atau ciri utama tokoh/kader Muhammadiyah, bahwa “banyak berbuat/memberi tak harap kembali”. Artinya kami berbuat untuk negeri ini tak pernah berharap apapun melainkan yang kami dambakan terwujudnya negeri yang “baldatun thoyyibatun warrabun ghofur”.

Sebagai catatan bagi para haters, kami yakin beliau tidak akan mati sebelum hari kematian itu datang meski kerap kali di bunuh (karakternya).

Ada banyak orang hebat di republik ini sebagai penyeru kebajikan, namun hanya sedikit yang berani mencegah kemungkaran, dan Amien Rais adalah pendakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar yang tak tedheng aling-aling.

Alasan penulis menempatkan Amien Rais sebagai “Pendobrak Kemungkaran, Penyangga Peradaban” yang meminta judul di atas karena dalam pandangan penulis, ia lah yang salah satu tokoh bangsa yang masih hidup yang paling berhasil dan istiqamah melakukan dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar, lebih-lebih Mencoba mempertimbangkan kemungkaran (mencegah preventif), sebab para tokoh bangsa lebih pada dakwah Amar Ma’ruf (penebar kebajikan). Namun bukan berarti penulis ingin mereduksi gerak dakwah tokoh-tokoh bangsa lain, tokoh utama di Muhammadiyah duluber Buya Syafii Maarif, Din Syamsuddin, dan Haedar Nashir.

#UtamakanAdabDariPadaKepentingan
#KamiBersamaAmienRais

Oleh: Lucky Andriyani (Kader Muda Muhammadiyah)

Pos terkait