Penjuru.id | Jakarta — Sekretaris Jenderal Gerakan Tani Muda Indonesia Emas (GEN Z TANI), Fathur Rahman Abdal, S.H., menyoroti secara tajam lambannya realisasi program cetak sawah 30.000 hektare di Kalimantan Selatan yang menjadi salah satu proyek unggulan Kementerian Pertanian (Kementan) di bawah kepemimpinan Menteri Amran Sulaiman.
Menurutnya, kegagalan mencapai target hingga saat ini — di mana baru terealisasi sekitar 1.500 hektare dari total 30.000 hektare — bukan sekadar soal teknis lapangan, tetapi mencerminkan krisis koordinasi, lemahnya tata kelola anggaran, dan rendahnya transparansi dalam pelaksanaan program pangan nasional.
“Keterlambatan program ini bukan hanya disebabkan oleh lambatnya pencairan anggaran, tetapi menunjukkan adanya ketidaksiapan struktural dalam birokrasi pertanian kita. Jika pada tahap awal saja anggaran bisa tertahan berbulan-bulan, bagaimana kita bisa bicara soal swasembada pangan yang berkelanjutan?” ujar Fathur Rahman Abdal dalam pernyataannya di Jakarta, Jumat (10/10/2025).
Fathur menilai bahwa pemerintah pusat, khususnya Kementerian Pertanian, tidak dapat hanya mengandalkan retorika optimisme tanpa perencanaan yang matang dan pengawasan yang tegas.
Menurutnya, langkah mempercepat Survei Investigasi Desain (SID) dan konstruksi secara paralel adalah bentuk “pemadaman api” jangka pendek yang justru berpotensi mengabaikan prinsip akuntabilitas penggunaan anggaran negara.
“Kita tidak bisa terus menerus membiarkan kebijakan pertanian dikelola dengan pola reaktif. Pemerintah baru bertindak cepat setelah target terancam gagal. Ini bukan manajemen modern, ini justru manajemen darurat yang menunjukkan lemahnya sistem,” tegasnya.
Fathur juga menyoroti lemahnya peran pengawasan legislatif dan aparat penegak hukum dalam memastikan proyek strategis seperti cetak sawah ini berjalan transparan. Ia menilai, jika memang anggaran sempat tertahan atau digunakan tidak tepat waktu, harus ada audit dan klarifikasi terbuka kepada publik.
Meski mengkritik keras pemerintah pusat, Fathur Rahman Abdal memberikan apresiasi kepada jajaran TNI yang telah menunjukkan progres nyata di lapangan, terutama di Kabupaten Banjar yang sudah mencapai 62 persen realisasi.
Namun, ia juga menegaskan agar keterlibatan militer tidak dijadikan tameng untuk menutupi kegagalan birokrasi sipil.
“Peran TNI patut diapresiasi karena nyata bekerja di lapangan. Tapi jangan sampai partisipasi TNI justru menjadi pembenaran atas ketidakmampuan pemerintah daerah dan Kementan dalam menjalankan tugasnya,” ungkapnya.
Fathur menilai pemerintah daerah seharusnya lebih proaktif dalam mempercepat implementasi, bukan sekadar menunggu instruksi pusat. Ia juga meminta para bupati di wilayah sasaran program untuk turun langsung memastikan efektivitas penggunaan alat berat dan tenaga kerja di lapangan.
Lebih jauh, Sekjen GEN Z TANI mendesak agar Presiden dan Menteri Pertanian segera melakukan evaluasi total terhadap pelaksanaan program cetak sawah di Kalimantan Selatan.
Ia menegaskan bahwa program sebesar ini tidak boleh dijadikan ajang pencitraan atau proyek seremonial semata menjelang akhir tahun anggaran.
“Kami mendesak pemerintah membuka data realisasi anggaran dan progres fisik secara transparan. Masyarakat, terutama petani lokal, berhak tahu ke mana dana ratusan miliar rupiah itu dialokasikan dan siapa yang bertanggung jawab bila target gagal,” tegasnya.
Fathur juga menilai, keterlibatan kejaksaan, satgas pangan, dan lembaga pengawasan harus diperkuat, bukan hanya dalam pengawasan administratif, tetapi juga dalam mencegah potensi penyimpangan dana dan manipulasi laporan progres.
Sebagai representasi generasi muda petani, GEN Z TANI menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kebijakan pertanian nasional agar lebih akuntabel, efisien, dan berpihak pada petani.
Fathur menutup pernyataannya dengan menyerukan agar pemerintah membuka ruang partisipasi bagi organisasi tani muda dalam proses perencanaan hingga pengawasan proyek strategis pangan.
“Kita butuh reformasi pertanian yang berbasis pada integritas dan inovasi. Generasi muda tani tidak ingin melihat proyek pangan menjadi sekadar laporan di atas kertas. Petani di lapangan butuh hasil nyata, bukan janji optimisme tanpa data,” pungkasnya.
Gerakan Tani Muda Indonesia Emas (GEN Z TANI) menegaskan sikapnya:
bahwa keberhasilan program cetak sawah bukan hanya diukur dari jumlah hektare yang tercetak, tetapi dari bagaimana negara hadir secara konsisten dan transparan dalam mewujudkan kedaulatan pangan yang sesungguhnya.