PENJURU. ID | Gowa – Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) melakukan pemantauan terhadap kantor proyek pembangunan Bendungan Kelara Kareloe yang berlokasi di Kecamatan Biringbulu, Desa Taring, Dusun Rajaya, Kabupaten Gowa.
Pemantauan tersebut dilakukan menyusul dugaan kuat adanya pelanggaran hukum dalam penguasaan lahan proyek strategis nasional tersebut.
LAKI menyebutkan bahwa lokasi pembangunan kantor bendungan diduga berdiri di atas tanah milik ahli waris Kado bin Ragga, yang telah dinyatakan sah secara hukum berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 642/K/SIP/1982 serta telah dieksekusi sejak tahun 1984 dengan luas kurang lebih 16 hektare.
Namun hingga kini, ahli waris yang sah belum menerima pembayaran ganti rugi atas penggunaan lahan tersebut.
Menurut LAKI, kondisi ini mengindikasikan adanya dugaan penyerobotan lahan dan penguasaan tanah tanpa hak, yang berpotensi melanggar ketentuan Pasal 167 KUHP serta Pasal 385 KUHP tentang penggelapan hak atas tanah, termasuk pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria.
Lebih jauh, LAKI juga menyoroti dugaan penyaluran dana ganti rugi yang tidak tepat sasaran. Dana pembayaran lahan disebut-sebut diduga diberikan kepada pihak keluarga yang telah kalah di pengadilan.
Untuk melancarkan hal tersebut, diduga dilakukan pemalsuan dokumen berupa Surat Buku F, yang menyeret nama mantan camat, mantan kepala desa, serta beberapa pihak lainnya.
LAKI menegaskan bahwa perkara pemalsuan dokumen tersebut telah diputus pengadilan dan berkekuatan hukum tetap (inkracht), dengan para pelaku telah menjalani hukuman pidana.
Namun demikian, dana ganti rugi lahan yang diduga telah dicairkan tersebut hingga kini belum dikembalikan kepada pemilik sah, yakni ahli waris Kado bin Ragga.
Atas dasar itu, LAKI menduga adanya potensi tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 junto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, mengingat proyek Bendungan Kelara Kareloe bersumber dari APBN dengan nilai anggaran lebih dari Rp1 triliun.
LAKI menegaskan komitmennya untuk terus mengawal dan mengusut tuntas persoalan ini, baik melalui jalur pidana maupun perdata, hingga keadilan bagi ahli waris yang sah benar-benar ditegakkan.
“Ini bukan hanya soal administrasi, tetapi soal keadilan dan kepastian hukum. Negara tidak boleh kalah oleh praktik-praktik melawan hukum dalam proyek yang menggunakan uang rakyat,” tegas perwakilan LAKI.





