PENJURU.ID | Jakarta – Gejolak Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) berbuntut panjang. Pasalnya, RUU yang dinilai kontroversial itu menuai resistensi dari sejumlah Ormas. Akibatnya, sebagai bentuk penolakan, sekelompok masyarakat yang terdiri dari gabungan ormas melakukan aksi demonstrasi yang berujung pada aksi pembakaran bendera salah satu partai politik.
Ketika dimintai pendapat soal konsekuensi hukum yang disanksikan kepada oknum yang diduga melakukan pembakaran bendera milik partai penguasa, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu, pengacara kondang Pitra Romadoni Nasution mengatakan, perusakan atribut Ormas maupun Parpol tidak diatur dalam Undang-undang.
“Tentang atribut ormas tidak diatur oleh undang-undang, akan tetapi hanya di atur bendera Negara tepatnya di Undang-undang nomor 24 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Nah, kalau di dalam Kitab Undang-undang Pidana tentang bendera ormas itu tidak ada aturan pidananya, baik tentang partai politik ketentuan pidananya tidak ada,” ujar Pitra dalam keterangannya melalui sambungan telepon seluler pada Senin, (29/6/2020).
Lebih lanjut, praktisi hukum pidana ini menuturkan, jika menggunakan perspektif Kitab Undang-undang Pidana (KUHP), hanya terdapat pada pasal 406 tentang perusakan barang, namun tidak diatur secara spesifik mengenai atribut ormas atau parpol.
“Akan tetapi lebih spesifik kalau dalam perkara tersebut mengacu pada pasal 406 KUHP hanya sekedar perusakan saja, tetapi tidak mengatur tentang bendera. Ini dalam konteks kita harus tanya dulu asal muasal bendera milik siapa, harus pemiliknya langsung copy right nya siapa punya. Kalau memang copy right nya milik Megawati, ya, harus Megawati yang lapor. Enggak bisa orang lain,” ujarnya menegaskan.
Ketika ditanya apakah kader PDIP boleh melaporkan sebagaimana laporan DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta, Pitra menjelaskan hanya Megawati sebagai ketua umum yang bisa melaporkan agar dapat menjerat pelaku, namun kecil kemungkinan memenuhi unsur pidana.
“Ya ,silahkan aja Megawati yang lapor, karena disini (red, pasal 406 KUHP) mengatakan kepunyaan orang lain yang merasa punya bendera itu siapa, kalau yang merasa punya bendera itu adalah Megawati, ya, dia yang berhak melapor. Kita harus mengacu kepada KUHP pasal 406 kalau mereka melaporkan atas dasar perusakan itu harus yang melaporkan pemiliknya, apa yang di rusak, barang apa. Kalau mereka melaporkan penghinaan baik dia melalui media elektronik ataupun KUHP itu masuk kategori Tipiring (Tindak Pidana Ringan), tapi itu unsurnya terlalu lemah,” jelasnya.
Kendati demikian, Pitra menyarankan kepada Megawati sebagai ketua umum agar mempertimbangkan kembali perihal pelaporan terhadap dugaan perusakan atribut partainya.
“Sekarang pertanyaannya mau enggak pemiliknya ini membuat laporan? Kalau memang dia melapor, ya, ketua umumnya langsung, karena pemiliknya kan beliau. Tapi saya rasa kalau memang Megawati membuat laporan, marwah PDIP akan turun di tengan kancah politik yang saat sekarang sedang memanas. Kalau memang Megawati yang melapor harus membuat pertimbangan yang matang dulu terhadap konseksuensi dukungan masyarakat kepada PDI,” pungkasnya.
(LA)