Pahlawan Minang Yang Terlupakan dari Padang Luar Nagari III Koto, Luhak Tanah Datar, Sumatra Barat

Rancangan Tugu Ampang Limo Pejuang Padang Luar Nagari III Koto.
Rancangan Tugu Ampang Limo Pejuang Padang Luar Nagari III Koto.

PENJURU. ID Padang Luar Nagari III Koto, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Ternyata ada seorang pahlawan bangsa Indonesia yang terlupakan oleh sejarahwan, hingga kisah hidup pahlawan ini terasa diabaikan.

Datuak Saniguri lahir di Padang Luar Nagari III Koto pada Tahun 1850, beliau bernama kecil Daud alias sibuyung hitam dari ibu bernama Tawa dan Bapak beliau bernama Syarif bergelar Datuak Minjuang.

Bacaan Lainnya

Perang Datuak Saniguri ini dikenal sebagai perang Padang Luar pada tahun 1908 di Batusangkar yang berpangkal pokok menentang pelaksanaan Blasting oleh Pemerintah Belanda.

Selain Datuak Saniguri ada beberapa pemimpin lainnya dalam perang Padang Luar di Batusangkar pada tahun 1908, seperti Datuak Rajo Batuah, Datuak Paduko Bandaro, Datuak Maragang Sati dan Datuak Paduko Basa. Datuak Saniguri dengan empat kawannya ini memimpin masyarakat ke Batusangkar yang terdiri dari Padang Luar, Turawan, dan Balimbing. Pengikut Datuak Saniguri kurang lebih berjumlah 150 orang yang dibawa ke Batusangkar.

Adapun yang menjadi Guvernur General ketika itu ialah seorang Belanda yang bernama Van Heutz yang berkedudukan di Betawi (Jakarta) dan yang menjadi Asisten Residen (Tuan Luhak Tanah Datar) ialah seorang Belanda yang bernama A. Raed Van Older Barneveld dan yang menjadi Controleur seorang Belanda yang bernama Versteg kemudian Stanbuch yang bertugas menjadi pembantu Asisten Residen. A. Raed Van Older Barneveld ini adalah orang yang menggantikan Asisten Residen seorang Belanda yang bernama L.C. Cunen yang dipindahkan ke aceh.

Kedudukan Asisten Residen diwaktu itu berada di Batusangkar. Datuak Saniguri dan Datuak Rajo Batuah dapat ditangkap ketika terjadi perang di Batusangkar dan di tahan di Batusangkar, mereka disidangkan di pengadilan Negeri Batusangkar, dalam sidang pengadilan Belanda tersebut, Datuak Saniguri dan Datuah Rajo Batuah dipersalahkan, bahwa mereka telah menanamkan kebencian terhadap Pemerintahan Belanda kepada rakyat supaya melawan Pemerintah Belanda pada tanggal 13 Februari 1908 hari Senin di Batusangkar. Mereka berdua dijatuhi hukuman seumur hidup dan diasingkan ke Daerah Manado. Putusan ini tidak dapat dirubah kecuali atas keputusan Guvernur General di Betawi (Jakarta).

Setelah Datuak Saniguri dan Datuak Rajo Batuah di tawan, ketika itu Datuak saniguri memerintahkan kepada kawan-kawan seperjuangannya untuk mundur dalam pertempuran agar tidak banyak korban berjatuhan. Tetapi mereka tidak mau mundur setapakpun diwaktu Datuak Saniguri meneriakan mundur dalam pertempuran tersebut. Dengan menjawab Komando dari Datuak Saniguri, pengikut Datuak Saniguri mengucapkan “Kami Mencari Mati Syahid”. Mereka gugur setelah merebut bedil serdadu Belanda, sehingga mereka dikepung sekeliling. Serdadu Belanda yang berada di balik kayu dan tembok sekitar tempat itu melepaskan tembakan bertubi-tubi ke arah mereka dari jarak dekat.

Ditengah-tengah medan pertempuran itu tampak seorang pengikut Datuak Saniguri dan beberapa orang lainnya sedang melepaskan nafas penghabisan dengan muka terhadap kelangit, mata terpejam, tapi kelihatan gerakan denyut nafas satu-satu dan tangannya menadah ke langit sambil mengucapkan “Wahai bangsaku Indonesia, teruskanlah perjuangan melawan penjajah, wahai anak cucuku kami, lanjutkanlah perjuangan kami sepeninggalan kami, kami berjuang menentang penjajah Belanda, dari pada kami dijajah, kami rela binasa dan menghembuskan nafas yang penghabisan”  setelah itu mereka pulang kewarahmatullah.

Dalam pertempuran itu, Datuak Paduko Bandaro, Datuak Maragang Sati dan Datuak Paduko Basa dan beberapa pengikutnya dapat meloloskan diri dengan menempuh jalan kebelakang beringin besar, terus ke belakang Pajak Gadai yang ada sekarang di Batusangkar, demi untuk melanjutkan perjuangan Datuak Saniguri dan Datuak Rajo Batuah walaupun sudah ditawan oleh Belanda, mereka pulang kembali ke Padang Luar. Adapun korban dari Datuak Saniguri yang gugur berjumlah 21 Orang dan yang cacat atau luka-luka berjumlah 13 orang. Korban dari pihak Belandapun tidak sedikit pula yang gugur dalam pertempuran.

Setelah ditawannya Datuak Saniguri dan Datuak Rajo Batuah dalam pertempuran di Batusangkar, A. Raed Van Older Barneveld di pindahkan ke Bukit Tinggi digantikan oleh L.C. Westenink setelah itu Asisten Residen (Tuan Luhak Tanah Datar) dan kantornya dipindahkan ke Padang Panjang.

Adapun yang menjadi Komandan Serdadu Belanda ketika terjadinya Perang Datuak Saniguri atau Padang Luar di Batusangkar ialah seorang Belanda yang bernama Van Goord berpangkat Kapten, setelah Datuak Saniguri dan kawan-kawannya dapat dikalahkan perjuanganya oleh Belanda, sejak dari tahun 1907 sampai 1908 di Padang Luar hingga di Batusangkar, Van Goord dinaikan pangkat menjadi Mayor.

Sebab-sebab menimbulkan Perjuangan Datuak Saniguri dan Kawan-kawannya sebagai berikut :

  1. Tidak bersenang hati dan menaruh perasaan dendam, melihat pekerjaan, kekejaman dan penganiayaan oleh Pemerintahan Belanda terhadap pejuang Tanah Air Indonesia, seperti pejuang di Ponegoro dan pengikutnya, Tuanku Imam Bonjol dan Pengikutnya serta Teuku Umar dan Pengikutnya di Aceh.
  2. Politik Cultur Stelsel yang dibuat oleh Pemerintahan Belanda seumpama Tanaman Paksa dan penjualan paksa yang dibelinya dengan harga yang semurah-murahnya, kemudian Belanda membawa kepasar Dunia yang dijual dengan harga semahal-mahalnya.
  3. Melihat kebohongan-kebohongan Belanda dan lain sebagainya, karena memperbudak bangsa Indonesia, memaksa kerja rodi ke kebun-kebun orang Belanda ditambah dengan datangnya perintah Pemerintah Belanda kepada Rakyat diwajibkan membayar Blasting (Pajak) untuk memperkaya dan membangun Negeri Belanda.

Sumber : Hendri Sutan Mandaro (Sekretaris Dept. Rohani & Kebudayaan DPP Ikatan Keluarga Padang Luar).

 

Pos terkait