Drajad Wibowo: Hindari Resesi Ekonomi tanpa Moral Hazard

Pakar ekonomi, Dradjad Wibowo

PENJURU.ID | Jakarta – Khawatir akan resesi, pakar ekonomi senior, Dradjad Hari Wibowo kembali menyarankan pemerintah perihal pemulihan perekonomian Negara. Hal itu disampaikan lewat rekaman video ketika diwawancarai tim redaksi Penjuru.id, pada Sabtu, (4/7/2020).

Menurut Dradjad, ditahun 2020 ini perekonomian dalam negeri sudah sangat memprihatinkan, bahkan dampak buruk (ekonomi) itu sudah didepan mata.

Bacaan Lainnya

“Saya melihat resiko perekonomian Indonesia terkena resesi ditahun 2020 itu sudah sangat besar. Kepala BPS mengutip proyeksi pertumbuhan minus 4,8 sampai minus 7% untuk kuartal kedua tahun 2020. Itu jauh lebih jelek dari perkiraan awal saya, ungkapnya.

Mengenai pandangan sejumlah pihak akan terjadi reborn (pertumbuhan baru), dirinya justru menampik akan adanya pertumbuhan ekonomi baru. Apalagi hampir semua orang menghadapi kesulitan ekonomi ditengah Covid19 ini, maka peluang terjadi resesi semakin nyata.

“Memang ada kalangan yang memperkiraan di kuartal ketiga kita akan reborn, tapi saya tidak melihat ada tanda-tanda bahwa kita akan reborn, terutama kalau melihat perkembangan kasus Covid-19 ini sekarang. Jadi kalau kita terkena negative juga di kuartal ketiga, mungkin akan bersambung dikuartal ke empat, ya, tentu secara teknis kita sudah masuk ke resesi”.

Akibatnya, mantan anggota DPR RI ini pun menduga ada semacam masalah likuiditas dan solvabilitas yang dihadapi pemerintah dengan korporasi. Ketika ekonomi melemah maka justru akan terjadi kontraksi yang jauh lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya.

“Kenapa demikian? Tampaknya mungkin benar dugaan awal saya bahwa Indonesia mempunyai masalah korporasi yang serius. Entah itu dari likuiditas, bisa juga dari solvabilitas, ya, dari strukstur kesehatan keuangan korporasi itu. Nah, akibatnya, ketika ekonomi itu melemah maka permasalahan korporasi ini justru membuat kontraksi ekonomi jauh lebih besar dari dugaan awal”, tuturnya.

Kendati demikian, Dradjad juga menyarankan agar pemerintah melakukan tiga hal krusial, yaitu pertama, disiplin menangani covid-19 melalui intervensi kesehatan. Kedua, meski tak mudah agar menyelesaikan masalah dengan korporasi tanpa menimbulkan moral hazard (risiko moral). Ketiga, pergunakan APBN sebagai pemicu pertumbuhan konsumsi rumah tangga, bukan untuk berbagai program yang ditengarai bermasalah seperti kartu prakerja dan lain-lain.

“Karena itu saya menyarankan kepada pemerintah, yang pertama, paling krusial adalah betul-betul disiplin tangani masalah Covid ini melalui kesehatan (intervensi kesehatan masyarakat). Karena apa, kalau pandemi Covid ini berlarut-larut maka ekonomi juga akan mengalami permasalahannya berlarut larut juga. Kemudian yang kedua, tentu kita harus menangani masalah korporasi tadi, tanpa menimbulkan moral hazard. Ini  tidak mudah dan political ekonominya justru sangat complicated tapi ini memang harus diatasi. Yang ketiga ini juga sangat krusial, ya, jadi kan APBN sebagai pemicu pertumbuhan konsumsi rumah tangga, kita tahu bahwa pertumbuhan ekonomi kita sering mengikuti pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Nah, ketika pertumbuhan konsumsi rumah tangga sekarang betul-betul tertekan, maka jadikan APBN sebagai pemicunya. Jangan pakai APBN itu untuk program-program yang banyak bermasalah, entah itu program prakerja atau apapun juga,” tutup mantan Ketua Dewan Informasi Strategis dan Kebijakan Badan Intelijen Negara ini menyarankan.

Diketahui, sampai saat ini pemerintah telah menggelontorkan anggaran yang bersumber dari APBN untuk refocusing dan pemulihan ekonomi nasional mencapai 695,2 Triliun.

Berikut video jawaban dari Dradjad Wibowo

 

( L A )

Pos terkait